Sabtu, 19 Desember 2015

PERKEMBANGAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI

A.    Pengertian Perkembangan Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion, dari kata emouvoir, yang berarti kegembiraan. Selain itu emosi juga berasal dari bahasa Latin emovere yang berarti “luar” dan movere yang berarti “bergerak”. Lahey (2003) mengatakan emosi merupakan suatu hal yang dihasilkan oleh fisiologis yang menyebabkan munculnya reaksi emosi. Reaksi ini tidak dapat dibaca namun hanya dapat dilihat dari ekspresinya dan perilaku saja. Daniel Goleman (2002) mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Menurut Prezz dalam Syukur (2011) emosi merupakan reaksi tubuh saat menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi sangat berkaitan erat dengan aktivitas kognitif (berfikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi yang dialaminya. Reaksi manusia terhadap hadirnya emosi, disadari atau tidak memiliki dampak yang bersifat membangun atau merusak. Dengan demikian bisa dikatakan emosi tidak hanya merupakan reaksi terhadap kondisi diri sendiri maupun luar diri sendiri, tetapi juga upaya pencapaian ke arah pembentukan diri menuju hidup yang transendental (spiritual).
Sementara itu, menurut Lazarus (dalam Gross, 2002) menyatakan bahwa emotions represent the ‘wisdom of the ages”–emosi-emosi mengambarkan “kebijaksanaan usia”, membutuhkan respon-respon yang telah teruji waktu terhadap masalah-masalah adaptif yang berulang. Hal yang penting, bagaimanapun, emosi-emosi tidak memaksa kita untuk berespon dalam suatu cara tertentu, emosi-emosi hanya membuat kita lebih berkemungkinan untuk mengambil tindakan tertentu. Hal inilah yang membuat kita mampu untuk mengatur emosi kita. Saat merasa takut, kita bisa saja lari, namun tidak selalu akan berlari. Saat marah, kita bisa saja menghantam sesuatu, tetapi juga tidak selalu. Bagaimana kita meregulasi emosi kita merupakan suatu persoalan dari bagaimana kesejahteraan (well-being) tidak mungkin dipisahkan dari kaitannya dengan emosi kita.
Menurut Frijda (dalam Nyklicek, Vingerhoets, Zeelenberg, 2011) emosi adalah fenomena dasar dari fungsi manusia, secara normalnya memiliki nilai adaptif untuk meningkatkan keefektifan kita dalam hal mencapai tujuan kita dalam arti yang lebih luas. Pada level antar individu, emosi membantu menginformasikan kepada orang lain mengenai emosi yang mendasari dan maksud suatu perilaku. Pertukaran informasi antar masing-masing orang merupakan hal yang penting bagi suatu hubungan antar manusia, hal yang menentukan dari kesejahteraan sosial dan psikologis. Selain itu juga berfungsi sebagai intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri. Seperti dalam hal memperoleh insight kedalam nilai personal seseorang yang penting untuk mengambil suatu keputusan. Berdasarkan dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah respon kognitif, perasaan, dan perilaku yang muncul akibat stimulus tertentu.
Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Chaplin (2002, dalam Safaria, 2009) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Jika seseorang mengalami ketakutan mukanya menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya perubahan-perubahan kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang bersangkutan Walgito (1994, dalam Safaria, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan dan pikiranyang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindakterhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individumencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian.

B.     Ciri-ciri Emosi
Tiga ciri utama dari emosi menurut Gross (2007) merupakan prototype yang berhubungan dari penyebab awal adanya emosi, respon terhadap emosi, dan hubungan antara penyebab awal adanya emosi dan respon terhadap emosi. Ketiga ciri-ciri utama tersebut adalah:
1.      Emosi-emosi akan mencul saat seseorang berada pada suatu situasi dan melihat sesuatu yang berhubungan dengan tujuannya. Apapun tujuannya, dan apapun sumber makna dari situasinya bagi seseorang, hal ini memberikan arti bagi seseorang, dan arti ini bisa membangkitkan emosi seseorang. Berdasarkan arti tersebut terjadi perubahan dari waktu ke waktu (baik perubahan berarti dalam situasi itu sendiri maupun perubahan pada arti situasinya), maka emosi juga akan berubah.
2.      Emosi itu berbagai jenis.
3.  Emosi lebih menekankan pada pentingnya kualitas –hal ini seperti yang dikemukakan Frijda (1986) yang membuat istilah “ control precedence” –berarti bahwa emosi-emosi bisa menginterupsi apa yang sedang kita lakukan dan memaksa masuk kedalam kesadaran kita. Bagaimanapun, emosi sering bersaing dengan respon lain yang juga dihasilkan dari lingkungan sosial dimana emosi itu berperan. Kemampuan emosi untuk berubah sudah ditekankan oleh William James (1884), yang menyatakan bahwa emosi sebagai respon kecenderungan yang bisa dihasilkan dari berbagai cara. Aspek ketiga dari emosi inilah yang menjadi hal penting untuk analisa regulasi emosi karena ciri ini membuat regulasi bisa dilakukan.
Berdasarkan dari ketiga ciri emosi diatas dapat disimpulkan bahwa emosi dapat muncul saat seseorang melihat tujuannya, emosi itu terdiri dari berbagai jenis dan emosi itu dapat diubah dan diregulasi. Ciri yang ketiga bahwa emosi dapat diregulasi atau diatur ini yang menjadi dasar dari analisa regulasi emosi.
Karakteristik perkembangan emosi pada masa awal anak adalah fase dimana saat ketidakseimbangan dimana anak mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit untuk diarahkan. Menurut Hurlock perkembangan emosi ini mencolok pada anak usia 2,5 th – 3,5 thn dan 5,5 thn – 6,5 thn.
Ciri utama reaksi emosi pada anak  :
1.      Reaksi emosi anak sangat kuat.
            Dalam hal kekuatan, makin bertambahnya usia anak, dan semakin bertambahnya matangnya emosi anak maka anak akan semakin terampil dalam memilih kadar keterlibatan emosionalnya.
2.      Reaksi emosi anak mudah berubah dari satu kondisi ke kondisi lain.
            Emosi bersifat sementara,Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa saying
3.      Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku.
            Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.
4.      Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
Anak mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini perlu kita cermati karena bersifat spontan dan seringkali dilakukan tanpa sadar. Dengan memahami bahasa tubuh inilah kita dapat memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain :
-          Ekspresi wajah
-          Napas
-          Ruang gerak,
-          gerakan tangan dan lengan
            Keadaan anak dapat dikenali melalui gejala tingkah laku yang ditampilkan, misalkan:
a.       Cemas   :  murung, diam, keringat dingin, lari menjauh
b.      Senang : Senyum-senyum, mengeluarkan bunyi-bunyi, bergumam,menyanyi, membelai, mengelus, memeluk, mencium
c.       Takut     :  Mengkeret, wajahnya mengerut,  berteriak-teriak
d.      Marah    : Gregetan seperti mau melawan,  berteriak ”tidak!”, menyakitidiri sendiri, menangis.
e.       Kesal      : Menggigit, menjambak,  membanting barang ke lantai,mengangkat barang dengan satu tangan
f.       Sedih     :  Murung, tidak mau  makan, melempar-lempar piring.
g.      Kecewa : Murung, wajah melas,

C.    Jenis-jenis Emosi
Secara umum emosi yang terdapat di dalam diri manusia terdiri dari dua bagian yaitu emosi positif dan emosi negatif. Hal-hal positif dan negatif memang selalu datang silih berganti dalam kehidupan kita. Terkadang, kita terlalu egois dalam menyikapi kondisi yang di alami, karena ingin semua hal yang terjadi berjalan positif atau mungkin juga kita tidak mampu bersabar menunggu waktu datangnya hal positif setelah terjebak sekian lama dalam kondisi yang negatif.
1.      Emosi Positif
Emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan perasaan positif terhadap seseorang yang mengalaminya. Hill (dalam Syukur, 2011) mengatakan bahwa terdapat tujuh macam emosi yang masuk dalam emosi positif, diantaranya adalah hasrat, keyakinan, cinta, seks, harapan, romansa dan antusiasme. Ketujuh emosi tersebut merupakan bentuk emosi yang paling dominan, kuat, dan paling umum digunakan dalam usaha kreatif. Jenis emosi ini dapat menunjang keberhasilan karir dan dianggap tidak merugikan orang lain. Seberapa besar keberhasilan dari emosi positif ini tergantung dari batas kewajaran yang digunakannya.
Dari kenyataan yang sering terjadi, energi emosi positif lebih baik digunakan dalam proses mengingat jika dibandingkan dengan energi emosi negatif. Emosi yang positif akan menghadirkan perasaan senang, sebab emosi ini dapat membuat otak ingin mengenang kembali bayangan tersebut. selain itu emosi positif juga dapat menumbulkan sebuah motivasi karena memang memiliki unsur motivasi yang luar biasa kuat. Untuk menumbuhkan emosi positif ini kita harus mampu mengalahkan
energi yang terkandung dalam muatan emosi negatif.
2.      Emosi Negatif
Emosi negatif merupakan emosi yang selalu identik dengan perasaan tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini berada di luar batas kewajaran, seperti marah-marah yang tidak terkendali, berkelahi, menangis meraung-raung, tertawa keras dan terbahak-bahak bahkan timbulnya tindakan kriminal. Umumnya, emosi negatif menimbulkan permasalahan yang dapat menganggu orang yang mengalaminya, bahkan berdampak pada orang lain dan masyarakat secara luas. Biasanya, orang yang mengalami emosi negatif cenderung lebih memperhatikan emosi-emosi yang bernilai negatif, seperti sedih, marah, cemas, tersinggung, benci, jijik, prasangka, takut, curiga dan lain sebagainya. Emosi semacam itu akan berdampak buruk bagi yang mengalaminya dan orang lain.

Hurlock (1993) mengatakan bahwa ada 5 jenis emosi pada anak, diantaranya adalah :
a.       Marah
Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan dan serangan yang hebat dari anak lain. Anak mengungkapkan rasa marah dengan ledakan amarah yang ditandai dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat atau memukul orang lain.

b.      Takut
Kebiasaan atau ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti cerita-cerita, gambar –gambar, acara televisi, radio maupun film yang mengandung unsur yang menakutkan. Biasanya reaksi awal anak untuk rasa takut adalah panik, kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar, bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang menakutkan.
c.       Cemburu
Anak menjadi cemburu apabila ia menginar bahwa minat dan perhatian orangtuanya beralih kepada orang lain di dalam keluarga. Biasanya kehadiran adik yang baru lahir. Anak yang lebih muda dapat mengungkapkan kecemburuannya secara terbuka atau menunjukkannya dengan kembali berperilaku seperti anak kecil, seperti mengompol, pura-pura sakit atau menjadi nakal. Perilaku ini semua bertujuan untuk menarik perhatian
d.      Gembira atau senang
Anak merasa gembira biasanya dikarenakan mendapatkan nilai yang bagus, hadiah, dan pujian. Anak mengungkapkan kegembiraanya dengan tersenyum dan tertawa, melompat–lompat atau memeluk benda atau orang yang dapat membuatnya bahagia.
e.       Sedih
Anak –anak merasa sedih karena kehilangan segala sesuatu yang dicintainya atai sesuatu yang dianggap penting bagi dirinya apakah itu orang, binatang atau benda mati seperti mainan. Secara khas anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis dan dengan kehilangan minat terhadap kegiatan normalnya termasuk makan.

D.    Ekspresi Emosi
Emosi adalah keadaan internal yang memiliki perwujudan secara ekstrenal. Meskipun yang bisa merasakan emosi adalah orang yang mengalaminya, namun orang lain kerap bisa mengetahuinya karena emosi terekspresikan dalam berbagai bentuk. Emosi dapat diekspresikan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Syukur (2011) mengatakan bahwa ada beberapa jenis ekspresi emosi yang menunjukkan kepribadian seseorang, diantaranya adalah:
a.       Ekspresi wajah
Semua emosi yang dialami manusia akan diekspresikan melalui raut wajah. Hanya dengan melihat wajah seseorang, kita bisa dengan tepat menebak emosi yang sedang dialami oleh orang lain tersebut. Kita paham wajah orang yang sedang marah, sedih, bahagia, takut atau terkejut. Dalam hal ini, wajah saat marah dan sedih pastilah berbeda.
b.      Ekspresi vokal
Nada suara seseorang akan berubah seiring dengan emosi yang sedang dialaminya. Seseorang yang sedang marah, nada suaranya pasti akan terdengar meninggi. Demikian juga seseorang yang sedang bahagia, ia akan berbicara dengan lepas dan lancar. Sementara itu, seseorang yang sedang mengalami gangguan jiwa dan mengalami kesedihan, kemungkinan besar nada suaranya akan terbata-bata, bahkan tidak berbicara.
c.       Perubahan fisiologis
Saat kita merasakan perubahan sebuah emosi, terdapat perubahan fisiologis yang mengiringinya, baik yang bisa kita rasakan atau tidak. Saat takut, kita akan merasakan detak jantung yang meningkat, berdebar-debar, kaki dan tangan gemetar. Selain itu, kita juga merasakan bulu kuduk merinding, otot wajah menegang, berkeringat, kencing di celana, dan lain sebagainya. Bahkan, perubahan tersebut jarang juga diketahui oleh orang lain.
d.      Gerak dan isyarat tubuh
Sering kali, emosi emosi seseorang akan diekspresikan melalui gerak dan isyarat tubuh. Terkadang, kita cukup mengetahui seseorang sedang gugup atau jatuh cinta hanya dari bahasa tubuhnya. Ia akan menjadi tidak hati-hati, banyak melakukan
gerakan yang tidak perlu, sering melakukan kesalahan berkeringan dan lain sebagainya. Orang yang jatuh cinta menatap yang dicintainya lebih sering, duduk condong padanya, tersenyum lebih lebar dan lain-lain.
e.       Tindakan-tindakan emosional
Banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengekspresikan emosi yang dialaminya. Ketika emosi marah melanda, terkadang seseorang hanya diam. Diam dianggap sebagai salah satu tindakan yang mencerminkan keadaan emosionalnya. Namun, tidak jarang kira melihat emosi seseorang yang sedang marah dengan membentak, memaki bahkan memukul. Sementara itu, saat seseorang sedang dirundung kesedihan, ia hanya sanggup mengapresiasikannya dengan menangis.

E.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi
Menurut Mohammad Ali, dkk (2011) ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja, yaitu  sebagai berikut:
1.      Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja.
2.      Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua
Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada pola asuh menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih.
3.      Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya
Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng. Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intem serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Tujuan pembentukan kelompok dalam bentuk geng, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis.
4.      Perubahan Pandangan Luar
Ada sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a.       Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.
b.      Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan.
c.       Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
5.      Perubahan Interaksi dengan Sekolah
Para guru disekolah merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan remaja karna selain tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya. Posisi guru semacam ini sangat srategis apabila digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.
Namun demikian, tidak jarang terjadi bahwa dengan figur sebagai tokoh tersebut, guru memberikan ancaman-ancaman tertentu kepada peserta didiknya. Peristiwa tersebut dapat menambah permusuhan dari anak-anak setelah menginjak masa remaja. Cara-cara seperti ini akan memberikan stimulus negatif bagi perkembangan emosi anak.

Hurlock, 1960 (dalam Sunarto,  2008) mengemukakan bahwa perkembangan emosi remaja bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Sunarto (2008)  mengemukakan bahwa kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang dapat menunjang perkembangan emosi, antara lain:
a.       Belajar dengan coba-coba
b.      Belajar  dengan cara meniru
c.       Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
d.      Belajar melalui pengkondisian
e.       Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi

Hurlock, 1980 dan Cole, 1963 (dalam Elida Prayitno, 2006) menyatakan  beberapa penyebab yang sering menimbulkan emosi negatif yaitu:
a.       Memperlakukan remaja sebagai anak kecil sehingga mereka merasa harga dirinya dilecehkan.
b.      Dihalangi membina keakraban dengan lawan jenis.
c.       Terlalu sering disalahkan atau dikritik.
d.      Mersa diperlakukan secara tidak adil.
e.       Merasa kebutuhan mereka tidak dipenuhi oleh orang tua.
f.       Diperlakukan secara otoriter, seperti dituntut harus patuh, lebih banyak dicela, dihukum dan dihina.

F.     Fungsi Emosi
Bagi manusia, dalam teori Coleman dan Hammen dalam Syukur (2011), emosi tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan diri atau sekedar mempertahankan hidup. Emosi pada manusia seperti yang dikemukakan oleh Martin dalam buku Psikologi Belajar, juga memberikan fungsi sebagai pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam hidup manusia. Emosi juga berfungsi sebagai
messengerartinya adalah emosi yang terjadi dalam diri seseorang dapat membawa pesan atau informasi. Emosi memberitahukan kita bagaimana keadaan orang-orang yang berada di sekitar kita, terutama orang yang ita cintai dan sayangi, sehingga kita dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan kondisi tersebut.
Dalam konteks ini, emosi bukan hanya pembawa informasi (messenger) dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga dalam komunikasi interpersonal. Lebih dari itu, emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Setiap emosi yang ada dalam diri kita memberikan rangsangan terhadap pemikiran, khayalan baru dan tingkah laku yang baru.

G.    Gangguan Emosi
Sekarang ini banyak teori yang muncul untuk mencoba menjelaskan sebab musabab gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori : lingkungan, afektif, dan kognitif (Hauck, 1967).
1.      Teori Lingkungan
Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh berbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stress. Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi. Orangawam tidak ragu-ragu untuk mengatakan, misalnya, bahwa seorang anak menangis karena ia diperolok. Ia percaya secara harfiah bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan tersebut. Dengan nada yang sama, orang awam tersebut percaya bahwa tetangganya menjadi depresif karena kehilangan pekerjaannya, atau keterlambatannya pulang ke rumah sebetulnya membuat istrinya naik pitam. Menurut teori ini, tekanan emosional baru bisa dihilangkan kalau masalah “penyebab” ketegangan tersebut ditiadakan. Selama masalah tersebut masih ada, biasanya tidak banyak yang bisa dilakukan untuk menghilangkan perasaan-perasaan yang menyertainya. Karena yang disebut lebih dahulu diduga sebagai penyebab dari yang belakangan, secara logis bisa dikatakan bahwa penghilangananmasalah selalu dapat menghilangkan kesukaran. Memang, demikianlah yang sering terjadi tetapi ini belum tentu dapat menghilangkan reaksi emosional yang kuat sekali jika reaksi itu terjadi.
2.      Teori Afektif
Pandangan professional yang paling luas dianut mengenai gangguan mental adalah pandangan yang berusaha menemukan pengalaman emosionalnya bawah sadar yang dialami seseorang anak bermasalah dan kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan ditakuti ini ke alam sadar, sehingga dapat dilihat dari sudut yang lebih realistik. Sebelum rasa takut dan rasa salah tersebut disadari, anak-anak itu diperkirakan hidup dengan pikiran bawah sadar yang dipenuhi dengan bahan-bahan yang menghancurkan yang tidak bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dan hidup. Ia bisa cemburu dan membenci ayahnya yang ditakutkan akan melukainya karena pikiran-pikiran jahat tersebut. Anak ituakan mungkin merasa bersalah karena rasa bencinya itu sehingga amat berharap mendapat hukuman atas kejahatnnya. Karena  tidak menyadari kebenciannya itu, si anak tidak menyadari bahwa banyak kejadian tidak masuk akal terjadi atas dirinya sebenarnya adalah alat untuk menghukum dirinya sendiri.
Menurut pandangan ini, bukan lingkungan, seperti si ayah yang menimbulkan gangguan, tetapi perasaan bawah sadar si anak (atau secara teknis dikatakan afeksi). Kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali dengan seseorang yang tidak akan menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginannya yang berbahaya.
3.      Teori Kognitif
Sekarang ini, hanya satu teori utama yang patut dibicarakan, yakni “Psikoterapi Rasional-Emotif” yang ditemukan oleh Albert Ellis (1962). Menurut teori ini, penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar kita akan masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan irasional, yang disadari maupun tidak disadari akan masalah-masalah yang kita hadapi. Untuk mengembalikan keseimbangan emosi, kita hanya perlu mengidentifikasi ide-ide yang ada pada sianak; kemudian, melalui penggunaan yang logika yang ketat, ia perlihatkan dan diyakinkan betapa tidak rasionalnya ide-ide tersebut; dan akhirnya dia didorong untuk berperilaku berlainan melalui sudut pengetahuan yang baru. Hanya inilah yang diperlukan untuk menenangkan gangguan emosional. Tidak menjadi soal, apakah si anak disepelekan ataumembenci ayahnya. Semua kesukaran mengenai hal semacam itu berasal dari pikiran keliru mengenai hal tersebut. Bila sudah disadari bahwa pikiran-pikiran tersebut salah, gangguan akan lenyap.

DAFTAR PUSTAKA
Dirgagunarsa, Singgih. 1978. Pengantar Psikologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Fatimah, N. 2006. Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka Setia
Hurlock, Elizabeth. 1996. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kartono, Kartini. 1986. Psikhologi Anak. Bandung: Alumni.
Mudjiran. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press
Nugraha, Ali. 2008. Metode Pengembangan Sosial. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sumadi, Suryabrata. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta: CV Rajawali
Setiono, Kusdwiratri. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Widya Padjadjaran
Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Jakarta : Pustaka Setia.

Syamsu, Y. (2004). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar